PALPRESS – SITUASI revolusi di Jawa Tengah pada awal tahun kemerdekaan Republik Indonesia memaksa menjadi Semiaris diaspora, karena Seminari diduduki Belanda. Saat itu seluruh tempat pendidikan tidak memungkinkan untuk menampung para Seminaris belajar dengan tenang. “Saya bersama almarhum Romo Mangun dipanggil dan disarankan ke Jawa Timur (Malang) untuk melanjutkan pendidikan, itu terjadi sekira tahun 1948,” ungkap Mgr Hadi.
Ada cerita menarik tentang Romo Mangun, sahabat Mgr Hadi ini. “Romo JB Mangun itu aslinya namanya Bilyarta, Mangun itu nama ayahnya. JB itu bukan Johanes Baptis, tapi Jusuf. Dia diberi nama Bilyarta, karena lahir saat ayahnya sedang main bilyard,” kenang Mgr Hadi tentang nama Romo JB Mangun Wijaya ini.
Pada 1949, Mgr Hadi bersama Romo Mangun kemudian berangkat ke Malang. Dari Magelang, mereka menuju pelabuhan Semarang, lalu naik kapal menuju Surabaya. Setelah itu disambung dengan kereta api menuju Malang. “Saya bersama Romo Mangun masuk SMA St Albertus (Dempo) Malang. Lalu kami berdua masuk Seminari Tinggi,” jelas Mgr Hadi, yang kemudian lebih dikenal sebagai arek Malang.
Setelah menyelesaikan pendidikan Seminari, Romo Mangun dikirim ke Jerman untuk mengambil studi Arsitektur. Setelah 10 tahun menjalani studi dan menjadi arek Malang, Mgr Hadi ditahbiskan pada 1959, lalu pada 1960 Mgr Hadi dikirim melanjutkan studi ke Roma (Italia). “Kami bertemu lagi di komunitas mahasiswa katolik Indonesia di Eropa, minimal satu tahun sekali ada pertemuan,” kata Mgr Hadi.
Perjalanan menuju Italia ternyata tidak segampang saat ini. Mgr Hadi membutuhkan waktu tiga minggu (sekira 21 hari) perjalanan dari Jakarta menuju Italia (Eropa). “Saya naik kapal, selama tiga minggu, tahun 1960. Rutenya, kapal berangkat dari Sydney menuju Jakarta – Singapura – India – lewat terusan Suez – menuju pelabuhan genoa (italia),” kata Mgr hadi.
Pada tahun 1965, usai studi di Roma, Mgr Hadi pulang ke Malang mengajar. Satu tahun mengajar di Malang, Mgr Hadi kemudian ditugaskan ke Pematang Siantar, pada tahun 1966. Saat itu situasi Indonesia juga kurang baik, karena pada September 1965, isu PKI sangat menakutkan.
Sebagai pastor muda yang energik, Romo Hadi dikenal senang naik Skuter (Vespa). Nah, saat menuju Jakarta – sebelum berangkat ke Pematang Siantar – inilah, Mgr Hadi melakukan perjalanan dengan menggunakan Skuter (Vespa) selama tiga hari.
“Saat itu transportasi susah. Isu PKI masih sangat menakutkan. Akhirnya saya naik skuter ke Jakarta. Selama tiga hari perjalanan dari Malang ke Jakarta. Rutenya, saya dari Malang ke Magelang pamit Bapak-Ibu, lalu lanjut ke Jakarta lewat Ambarawa, Semarang, Pekalongan, Tegal istirahat di Cirebon, lalu menuju Jakarta,” ungkap Mgr Hadi.
Selama perjalanan menuju Jakarta, Mgr Hadi selalu memakai jubah yang digulung, lalu ditutup jaket agar aman dari terpaan angin dan debu. “Mengapa saya pakai jubah? Agar perjalanan saya aman. Karena, sepanjang perjalan Malang – Jakarta, selalu ada pemeriksaan PKI atau bukan. Dengan menggunakan jubah, mereka mengenal saya sebagai Pastor (Romo) dan bukan atheis (komunis),” terang Mgr Hadi.
Di Pematang Siantar, setiap Senin-Jumat saya mengajar di Seminari Tinggi, selain melakukan pelayanan pastoral. “Romo Johannes Indrakusuma, Mgr Pandoyo, Mgr Sinaga adalah bekas murid saya,” kata Mgr Hadi, yang juga studi tafsir Kitab Suci di Yerusalem ini.
Mgr Hadi sempat mengalami kecelakaan di kawasan perkebunan karet, yang jaraknya cukup jauh di luar kota Pematang Siantar, yang menyebabkan dia tidak sadarkan diri selama dua bulan. Setelah kecelakaan tersebut, ia dirawat di rumah sakit di Pematang Siantar dan di Medan sebelum akhirnya dirawat selama tiga bulan di Nijmegen, Belanda, dan menjalani pemulihan selama enam bulan di Bonn, Jerman. Setelah pulih, dia meneruskan tugasnya mengajar di Seminari Tinggi Pematang Siantar dan Seminari Tinggi Malang.
“Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu, apa, bagaimana, mengapa dan karena apa saya kecelakaan. Yang pernah diceritakan kepada saya, bahwa saya tidak sadar selama dua bulan. Tetapi Tuhan itu baik,” kata Mgr Hadi menutup pembicaraan. (Benny N Joewono)